Sabtu, 22 Mei 2010

ANALISIS KASUS PSIKOLOGI KLINIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Lokasi tujuan PKL

1. Nama Institusi
- SLB Ganda Yayasan Bhakti Mitra Utama (SLB-G YBMU) Kecamatan Baleendah, Bandung, Jawa Barat
- RSJ Cimahi

2. Alamat
- Jln. Ki Astramanggala nomor 6 Kecamatan Baleendah, Bandung, Jawa Barat 40258
- Jln. Kolonel Masturi km 7 Cisarua – Bandung

3. Deskripsi Umum
- SLB-G Yayasan Bhakti Mitra Utama berdiri sejak 21 April 1979. SLB ini berlabel G yang khusus menangani anak-anak tuna ganda dengan basic C (tuna grahita). Didirikan agar penderita cacat ganda memperoleh kesejahteraannya karena diluar banyak yang tidak mau menyentuh mereka sama sekali. Dalam yayasan ini terdapat jenjang sekolah mulai dari TK-SMA. Dengan dipimpin oleh Kepala Sekolah dan 13 staf pengajar yang sebagian besar adalah Pegawai Negeri Sipil dan telah menerima sertifikasi Guru. Dalam satu kelas tidak hanya dari 1 jenjang melainkan bermacam-macam. Tiap kelas berisi 3-5 orang anak dan ditangani oleh 1 atau 2 guru. Sistem belajar yang dipakai adalah sistem individual. Jadi pelajaran yang diberikan ke tiap anak berbeda, tergantung pada tingkat kecacatan anaknya. Selain akademis, juga ada pelajaran ketrampilan, untuk melatih motoriknya. Dan yang paling utama pelajaran untuk self-help nya mereka, agar mereka bisa hidup layaknya orang normal lainnya. Pelayanan disini terdiri dari perawatan pendidikan, rehabilitasi, dan latihan kerja. Terdapat juga 4 cottage yang masing-masing dapat memuat 10 orang yang berguna juga sebagai asrama agar dapat melatih keseharian mereka.

- RSJ Cimahi adalah RSJ terbesar di Jawa Barat yang diresmikan pada Mei 1995 dengan kepemilikian Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. RSJ Cimahi memiliki fasilitas UGD 24 jam, rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan medis yang disediakan adalah Medical Check Up, Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis/Sub-Spesialis, Rehabilitasi Medik, dan Rehabilitasi / Resosialisasi. Sedangkan pelayanan penunjang yaitu Laboratorium Patologi Klinik, Radiologi, Konsultasi Gigi, Pelayanan Psikologi, Gizi dan Farmasi. Prosedur pasien dalam RSJCimahi ini awalnya/ adalah pasien datang dibawa ke ruang UGD, setelah itu dilanjutkan ke ruang akut, hingga pasien agak tenang dipindah ke ruang intermediate, ruang observasi, ruang tenang, dan ke rehabilitasi. Kemudian pasien diarahkan untuk beraktifitas berdasarkan kemampuannya seperti membuat batako, berkebun, dan lain-lain agar lebih produktif.

B. Waktu pelaksanaan

- SLB-G Yayasan Bhakti Mitra Utama : Senin, 28 Desember 2009
Pukul 12.30 – 16.00
- RSJ Cimahi : Selasa, 29 Desember 2009
Pukul 10.00 – 15.00

BAB II
ANALISIS KASUS

A. Identitas Subjek
Subjek adalah salah seorang siswa dari SLB-G Yayasan Bhakti Mitra Utama.
Nama : Elly
Umur : 30 tahun
Hobby : Menyapu

B. Kesan Awal

Secara fisik, Elly memiliki rupa yang biasa dan memiliki raut muka yang khas dengan penderita Retardasi Mental (RM). Bentuk tubuhnya sedang dan memiliki tinggi sekitar 150 cm. Dalam bertindakan, Elly berlaku sopan dan bersahabat kepada semua orang. Elly murah senyum dan tidak takut akan kedatangan orang baru di sekitarnya. Ia juga mau ketika diajak untuk foto bersama dan juga ikut menyanyi. Jika dilihat dari pakaian yang ia kenakan waktu itu juga termasuk rapi. Elly mengenakan pakaian yang berwarna senada antara hem dan celana panjang yaitu warna putih. Penyampaian maupun ekspresi yang ia sampaikan juga tergolong terbuka kerena tidak takut akan kehadiran orang baru. Dan ramah pada semua orang namun agak malu jika diajak berbicara secara langsung.

C. Riwayat Kasus

1. Kondisi awal

Kondisi Elly dulu keadaannya kurang sehat, dalam berperilaku pun ia cenderung pasif dan tidak terbuka seperti sekarang yang ia tunjukkan pada semua orang. Elly dulu juga kurang dapat beradaptasi pada lingkungannya yang baru sehingga mengakibatkan ia kurang bersosialisasi terhadap orang-orang di sekelilingnya.

2. Diagnosis

Mendiagnosis adanya gejala Retardasi Mental (RM) pada Elly awalnya adalah dengan pemeriksaan fisik oleh dokter dengan melihat apakah penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan Retardasi Mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: Mikrosefali, Hidrosefali, dan Sindrom Down. Wajah pasien dengan Retardasi Mental sangat mudah dikenali seperti Hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul. Setelah itu dilakukan tes Intelegensi untuk mengetahui tingkat intelegensinya yang dipergunakan sebagai tolak ukur bahwa ia mengalami retardasi mental. Dan dapat berlanjut menggunakan Son Test untuk mengetahui mental age dan menentukan posisi di kelas mana ia dapat masuk.

3. Kondisi sekarang

Kondisi Elly sekarang semakin baik, dengan melihat sekarang ia sudah mudah beradaptasi dengan lingkungannya yang baru bahkan orang yang baru ia temui. Tidak ada kesan malu atau takut. Hobby nya dalam keseharian adalah menyapu, ia tinggal di asrama SLB dan menjadi keluarga mandiri yang terlatih untuk dapat beraktifitas seperti kehidupan orang-orang lainnya.

D. Intervensi yang diberikan

Elly mendapatkan terapi pendidikan dan terapi psikologis dalam SLB-G Yayasan Bhakti Mitra Utama. Melalui terapi pendidikan ia dapat beraktifitas layaknya orang-orang lainnya seperti bersekolah mulai dari jenjang TK-SMA. Sebelum masuk akan diasessment oleh para pengajar untuk mengetahui mental age dan dapat ditempatkan di kelas mana. Kemudian melalui asessment itu juga adalah untuk mengetahui kesukaannya agar ia dapat diberikan pelatihan keterampilan yang akan melatih kreatifitas mereka. Elly menyukai aktifitas yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga, maka ia diberikan kebebasan dalam menyapu yang merupakan hobbynya dan segala pekerjaan rumah tangga lainnya. Selain itu diberikan juga terapi psikologis, yaitu Smozellen yang berasal dari Belgia. Gunanya adalah untuk menenangkan pasien. Jadi pengajar tahu akan minat Elly kemana dan akan diarahkan ke minat yang ia suka agar pikirannya menjadi tenang. Semisal menyukai dawai gitar akan dimainkan agar tenang. Intervensi yang lain juga diberikan dari terapi medis berupa obat penenang yang berasal dari zat besi untuk mengendalikan sinaps.


BAB III
PROSEDUR ASESSMENT

Asesmen adalah Proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait oleh asesor” (Nietzel dkk,1998). Usaha-usaha atau penekanan asesmen yang dilakukan disesuaikan dengan pendekatan atau teori yang akan digunakan. Penekanan asesmen berkaitan dengan dinamika kepribadian, latar belakang lingkungan sosial dan keluarga, pola interaksi dengan orang lain, persepsi terhadap diri dan realita atau riwayat secara genetis dan fisiologi. Assesmen dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, diantaranya wawancara, tes, obeservasi, dan life record.
Prosedur assesmen yang digunakan oleh SLB-G Yayasan Bhakti Mitra Utama terhadap siswanya adalah berawal dari wawancara. Melalui wawancara itulah kemudian pengajar menggunakan metode Son Test untuk mengetahui siswa lebih dalam, yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui mental age dari penderita cacat ganda dengan cara verbal dan non verbal. Dengan menggunakan Son Test, pengajar dapat mengetahui mental age siswanya dan dapat menentukan posisi kelas mana yang akan mereka tempati. Selain itu juga dapat menentukan jenis pelayanan beserta cara dalam berinteraksi yang akan disampaikan oleh para pengajar agar memudahkan proses bersosialisasi.
Selain dengan menggunakan metode diatas, assesment juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode observasi. Metode observasi yang cocok dilakukan untuk anak retardasi mental adalah dengan observasi partisipan. Karena dengan adanya observer disamping penderita retardasi mental maka akan makin memperjelas keadaan penderita secara langsung. Dan juga dapat memberikan dampak positif berupa dorongan semangat agar penderita retardasi mental dapat termotivasi untuk menjadi lebih baik. Sedangkan dalam hal penggunaan tes selain Son Test, juga dapat dipergunakan Tes Stanford-Binet Edisi Keempat. Tes ini digunakan untuk menghitung IQ seseorang yang dapat diketahui dengan cara membagi umur mental individu dengan umur kronologisnya. Guna dari penggunaan tes ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan intelegensinya dibandingkan dengan kondisi awal dan setelah diberikan intervensi. Tes ini juga mempunyai empat tujuan lainnya: diagnosis differensial Retardasi Mental versus diagnosis differensial Learning Disabalities, pemahaman tentang mengapa seorang siswa memiliki kesulitan kognitif, pengidentifikasian siswa-siswa berbakat, dan studi mengenai perkembangan keterampilan kognitif individu-individu yang berumur dua tahun ke atas (Thorndike dkk, 1986). Melalui tujuan lain yang dapat diketahui melalui tes Binet, maka pengajar dapat semakin mengarahkan potensi mereka dan mereduksi hambatan dalam kognitifnya. Maka dari itu, dengan adanya prosedur asessmen diatas mereka dapat termotivasi baik dari dalam diri maupun dari luar individu yang didukung oleh lingkungan.

BAB IV
PROSEDUR INTERVENSI

Alternatif intervensi klinis yang dapat ditambah dalam melengkapi intervensi yang telah dilakukan saat ini adalah dengan menggunakan pendekatan behavioral - family therapy. Pendekatan ini berdasarkan atas teori yang digunakan sebagai dasar dalam upaya meningkatkan adaptive skills pada anak. Yaitu melalui konsep teori dari Forgatch dan Patterson (1998) yang menyatakan bahwa, teori behavioral family percaya bahwa perilaku anak yang bermasalah terbentuk karena faktor lingkungan yang tidak menentu, khususnya pada saat diperlukannya kontrol dari orangtua. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya memperoleh latihan untuk menciptakan level yang adequat mengenai perilaku disiplin, adanya monitor perilaku, penyelesaian masalah keluarga, dan memberikan dorongan semangat untuk perkembangan perilaku prososial (Wagner, 2003:287).
Namun, karena disini tidak semua dari siswa memiliki keluarga utuh. Bahkan ada yang ditemukan di jalanan, maka dapat dilakukan adaptasi dalam alternatif ini. Yaitu dengan menjadikan pengajar sebagai peran keluarga. Tiga tahapan behavioral family therapy untuk melatih keluarga khususnya ibu yang dalam situasi ini adalah pengajar yang juga sebagai orang terdekat siswa dalam memberikan dukungan dan bimbingan yang dapat meningkatkan adaptive skills, meliputi konseling keluarga, training untuk keluarga, dan evaluasi. Maka dari itu, para pengajar juga perlu diberikan konseling, training, dan konseling agar konsisten dalam memberikan pengajaran yang benar sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak. Langkah-langkah ini dilaksanakan dengan bertujuan untuk memberi kesadaran dan pemahaman orangtua (pengajar) akan kondisi anak, kemudian secara bersama-sama meningkatkan kemandirian, komunikasi, sosial-interpersonal, self awareness dan problem solving, serta aktifitas belajar yang dapat mendukung peningkatan functional academics skills dan social-interpersonal skills anak. Serta dengan memasukkan contoh nyata dalam keseharian siswa agar mereka berlatih untuk memecahkan masalahnya sendiri dan berlatih untuk potensi-potensi mereka.
Saran yang dapat diberikan untuk intervensi selanjutnya adalah dengan terus memantau keadaan siswa agar semakin menuju ke arah yang baik, yaitu memberikan pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum dalam mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada, memperbaiki sifat-sifat yang salah atau anti sosial, serta mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak. Karena sesungguhnya faktor yang paling berperan adalah lingkungan dan orang terdekat yang dipercaya agar dapat memberikan motivasi baik internal maupun eksternal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Slamet, Suprapti I.S. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
2. Maslim R. Retardasi Mental.dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa-Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar